Kau berdendang dengan riang,
acuhkan terik maupun petang,
kau tegakkan badan, kuatkan pijakan,
memikul beban, demi masa depan,
ah, masa depan, yang kau sendiri tak pernah tetapkan
ku lihat penghitung waktu,
angka 50-an masih terjaga tak berlalu,
hati bergemuruh menata kata per kata dalam bisu,
agar tak membuatmu jatuh .
"petang begini, kau masih disini,
apa esok kau tak sekolah ?" kataku hati-hati
ia tak lagi bernyanyi
pun ecekan yang ikut sunyi
ia menatapku, entah apa tatapan itu berarti,
"aku tak sekolah, kak", katanya datar
sedatar sekolah dasar yang luput terkejar
"orang tua mu dimana, dek ?" tanyaku pelan
agar tak salah penafsiran
"di rumah . . "
"kau tinggal dekat sini ?"
"yah, ikuti jalan itu, disitu rumahku"
mataku tertuju,
pada arah tangan yang menunjuk ke arah kiri ku
stopper jalan, tak berkawan,
mengejar angka hingga 20-an,
ku rogoh apa yang ku punya,
tak dengan cuma-cuma,
melainkan arti hidup yang tak pernah ku punya
"terima kasih, kak" katanya sumringah,
dan berlalu, menuju pengguna jalan lain yang hanya empat lima .
Hijau membuatku berlalu,
membelah jalan dengan pilu,
sekecil itu . .
Ah, air mata meluluh . .
Sekecil itu, aku sudah asyik bersepeda ria,
bermain apapun yang ku suka,
tak sibukkan recehan,
hingga sekarang,
serba ada, tanpa jerih payah . .
Adik ku sayang,
pantaskah aku berkata, "sabarlah ?"
sedang aku tak pernah rasa apa yang kau rasa ?
Adikku sayang,
jalan mu panjang,
semoga rintang yang kau terjang,
mengantarmu pada kebahagiaan . .
(06/04/2011)
teruntuk suara riang,
diperempatan jalan !
Yang kan slalu ku rindukan !
0 komentar:
Posting Komentar