Tampilkan postingan dengan label Realita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Realita. Tampilkan semua postingan
Kamis, 01 Mei 2014

Kritik 2


KRITIK 2
“Jangan terlalu dalam dengan perasaan mu sekarang ke dia, kenyataannya sederhana, yang aku lihat kamu selalu bahagia, selalu asyik setiap ketemu dia, tapi bagaimana dengan mimik muka dia? Datar aja, biasa aja. Yah, dari situ sih udah kelihatan sih buat aku, kayak yang cinta banget itu cuma kamu. Intinya, jangan terlalu dalem deh, nanti kamu yang sakit”

Lagi-lagi setiap kritik yang ingin aku tulis bikin aku tercengang. Bagaimana bisa ada kata-kata kritik itu? Hal yang mungkin sama sekali tak disadari. Yup, itulah serunya tulisan tentang “kritik” ini. Lanjuut . .

Memikirkan tentang kritik 2 ini, agak sedikit banyak membingungkan.
Membingungkannya, bagaimana bisa dalam atau tidaknya perasaan seseorang dinilai dari mimik wajah? Hmm, mungkin generalisasinya sederhana, kalau memang seseorang itu memiliki perasaan yang mendalam dia akan selalu bahagia dekat dengan orang yang ia sayang. Bahkan dengan banggapun dia akan selalu memamerkan kebahagiaan bisa memiliki yang terkasih dihadapan semua orang maupun dihadapan sang terkasih. Tapi, bagaimana dong kalo itu sudah jadi wataknya orang itu? Kan 3W seseorang beda-beda, Watak, Wahing (cara bersin), dan Watuk (cara batuk). Tapi kalo ada orang yang berkata demikian, berarti “mata publik” yang melihat hubungan ini jadinya kayak yang bahagia sebelah pihak dong? Atau malah kelihatannya justru kelihatan cinta sebelah pihak saja? Lha ini ini membingungkan yang aku maksud tadi.

Terlepas dari hal-hal yang membingungkan ini, ada benernya kalo seseorang bilang “jangan terlalu dalam naruh perasaan ke seseorang, nanti jatuhnya sakit”. Yup, kalo yang satu ini ada benarnya, siapa yang kita sayang saat ini belum tentu jodoh yang dititipkan Tuhan, bukan? Memang benar, tapi aku sendiripun belum bisa melakukannya. (lho?). yah, memang demikian. Ketika sudah jatuh hati kepada seseorang, rasa memiliki secara mendalam dan selamanya akan selalu ada. Dan memang itu yang terasakan. Masalah hati nggak akan ada yang bisa memanipulasi.

Yah, kita cukup menjalani perasaan yang hadir itu dengan bijaksana. Berharap dia yang terkasih menjadi akhir dan selamanya ada disisi kita, boleh saja, berharaplah kepada Sang Maha Kuasa, semoga memang itulah kisah yang terindah. Karena jika kita terlalu beranggapan dia bisa jadi bukan jodoh kita, alhasil apa yang dijalanipun menjadi serba hambar, tak bermakna. Layaknya sayur tanpa garam. Yup, sekali lagi, jalani semua dengan bijaksana, tetap pada batasan yang ada.

Masalah mimik muka yang aku sebutin diatas, aku pikir itu kembali lagi ke karakter kita, dan cara pandang kita. Kalau memang itu jadi pembenaran untuk pembaca, jangan lantas ditelan mentah-mentah, bicarakan dengan baik apa yang memang terasakan kepada sang terkasih, itu jauh lebih bijaksana dibandingkan menilai sebelah mata. Nah, ambil positifnya saja yah, pembaca. Terima kasih mendalam untuk kritik kedua J


Dee (25/02/2014; 16.27)

Kritik 1


Kritik 1?
Apa maksud judul mu itu, dee?

Hmm, kenapa aku pake’ judul itu?
Akhir-akhir ini banyak hal yang ingin aku tulis berkaitan dengan fenomena (wiih, bahasanya . . fenomena. Baca aja kenyataan yang ada, hehe) disekitarku, baik apa yang aku alami maupun apa yang aku terima dari cerita orang atau dari sekadar mengamati apa yang ada. Lalu kembali lagi kenapa kritik? Karena aku harap apa yang aku tulis bisa jadi kritik atau pembelajaran untuk diriku sendiri (yah, alasan ku menulis adalah untuk konsumsi ku sendiri, untuk kepuasan, kebaikan, dan kemajuan ku sendiri, kalo memang ada manfaat untuk pembaca, syukurlah, tapi bukan itu fokus utama ku atas semua tulisan ku, cukup tau saja sih, hehe), dari apa yang aku terima secara langsung maupun apa yang aku dengar dari orang lain, juga dari mengamati apa yang ada. Yup, that’s why, aku pake judul kritik. Lalu kenapa setelah kata kritik harus ada angka 1? Yah, sekali lagi karena tulisan ini berasal dari apa yang aku alami dari kehidupan ku sehari-hari, jadi, aku yakin akan ada cerita kedua ketiga dan seterusnya. Itulah alasan sederhana ku. Now, back to the point.

Nah, untuk menyederhanakan semua tulisan ku tentang “kritik” ini, aku akan selalu menyederhanakan cerita-cerita itu dengan cara pandang orang pertama. Yap, aku akan selalu berposisi jadi orang yang serba tau. Haha. Let’s beginning . .

KRITIK 1
“kamu itu memang tipe cewek yang nggak pedulian sama orang lain, kamu cuma peduli sama orang yang kamu sayang”

Awalnya aku kaget ketika ada orang yang menyampaikan hal itu. Memangnya salah? Benar bukan? Aku hanya peduli sama orang yang aku sayang. Jelas, karena dengan kehadiran orang-orang yang aku sayang (tergantung cara pembaca mengartikan, aku mengartikan sebagai orang yang kamu sayang adalah ortu, keluarga, terkasih, sahabat, teman, dsb) itulah aku bisa bertahan sampai detik ini. Orang-orang yang aku sayang lah alasan aku untuk hidup, untuk meraih semua mimpi, untuk menjadi lebih baik, untuk bisa membahagiakan mereka yang aku sayang, untuk menjadi lebih baik, serta untuk semua hal positif yang tidak bisa aku sebutkan lebih banyak lagi

Yah, tapi kan kamu tetep nggak pedulian sama orang lain?

Bukan nggak pedulian tepatnya, tapi tidak perlu membuang-buang waktu untuk hal yang tak mendukung kemajuan diri. Bukan juga berarti nggak mendengarkan atau nggak menganggap kehadiran orang lain ‘yang tidak penting’ itu, bukan demikian. Hanya saja, ambil postifnya saja. Andai mereka berkata buruk, yah sudah dengarkan saja, tapi tidak lantas membuat jalan kita terhenti. Cukup didengar, kalo memang ada baiknya untuk kemajuan kita, yah ambil positifnya dan berubahlah dengan ‘ocehan’ mereka yang mungkin nggak ngenakin. Simple, bukan? Yah, ibarat kata pepatah, “anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu”. Begitulah cara pandang ku. Kalau dianggap tidak peduli dengan orang lain, mungkin cara pandang aku dan ‘kritikus’ itu berbeda. Setiap orang punya caranya sendiri untuk memandang dan menilai sesuatu, bukan?

Hal ini senada dengan kutipan yang aku tulis sendiri di sosmed facebook ku,
“Apapun pendapat orang, bagaimana pun penilaian orang, tidak akan sedikitpun mematahkan langkah ku, tidak serta menggoyahkan perasaan ku, dan tidak pula sedikitpun merubah pola pikir ku. Hanya saja apapun pendapat orang, bagaimanapun penilaian orang, akan menjadi acuan untuk melangkah, berperasaan, dan berpola pikir dengan cara yang lebih bijakasana”

Mungkin itu cara pandang ku. Entah bagaimana “kritikus” melihatnya. Tapi terima kasih untuk kritiknya.


Dee (25-feb-2014; 16.04)

Categories

Mengenai Saya

Foto saya
See more . . http://www.facebook.com/dihadihem https://twitter.com/DeeDihaDihem

Pengikut

copyrights2014@Dihadihem. Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates

Blogroll